Minggu, 20 Juni 2010

ATRESIA DUODENI DAN ATRESIA ESOPHAGUS

ATRESIA DUODENI DAN ATRESIA ESOPHAGUS



BY:
ROFITA R
0821696
II B
DOSEN PEMBIMBING: GINA MUTIA, S.SIT



STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
PRODI DIII KEBIDANAN
2009/2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya lah penulis mendapat kesehatan dan kekuatan fisik serta pikiran sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ ATRESIA DUODENI DAN ATRESIA ESOPHAGUS ”. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ‘ASUHAN NEONATUS ’ untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang mata kuliah ini.

Tidak lupa pula pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan kepada dosen mata kuliah “ASUHAN NEONATUS” , yaitu: Gina Mutia, S.SiT, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini, juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis harapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.




Padang, Januari 2010

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN 2
1.Atresia Duodeni 2
2.Atresia Etsophagus 6

BAB III PENUTUP 15
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era globalisasi sekarang ini,banyak sekali perubahan baik ilmu pengetahuan, teknologi maupun perubahan pola pikir masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas dan profesionalisme pemberian pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kebidanan sebagai profesi dan bidan sebagai tenaga profesional juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kebidananan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya.
Tenaga bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Bahkan WHO menyatakan bahwa bidan merupakan “back bone” untuk mencapai target-target global, nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan karena bidan merupakan tenaga kesehatan yang melayani pasien selama 24 jam secara terus menerus dan berkesinambungan serta berada pada garis terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan membantu memberikan informasi tentang kesehatan.
B. Rumusan masalah
Untuk memudahkan dalam pembuatan makalah ini penulis mencoba untuk merumuskan masalah diantaranya :
1. Pegertian dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus.
2. Etiologi dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus
3. Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus
4. Penatalaksanaan dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus
5. Dan yang terkait dengan Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan kemampuan kepada mahasiswi untuk memahami kelainan kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir.





BAB II
PEMBAHASAN

1. ATRESIA DUODENI
a. Pengertian
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.


b. Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum:
- Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu ke-4 dan minggu ke-5 )
- Gangguan pembuluh darah
- Banyak terjadi pada bayi prematur

c. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara sempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan atau berlebihan dari pancreatic buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum.
d. Epidemiologi
Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi duodenum kongenital intrinsik merupakan 2/3 dari keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresia duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik, dan campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi rasial dan gender pada penyakit ini.
e. Mortalitas dan Morbiditas
Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur.Kemudian Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Dan Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi 21.
f. Manifestasi Penyakit
Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak kanak atau remaja. Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero.
Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali saluran cerna.
g. Tanda dan gejala
- Pembengkakan abdomen Pada bagian atas
- Muntah terus-menerus, meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam
- Tidak memproduksi urine setelah beberapa kali buang air kecil
- Muntah banyak segera setelah lahir & berwarna hijau karena empedu
- Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal.
Adanya gas pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
h. Diagnosis Banding
 Atresia esophagus
 Malrotasi dengan volvulus midgut
 Stenosis pylorus
 Pankreas anular
 Vena portal preduodenal
 Atresia usus
 Duplikasi duodenal
 Obstruksi benda asing
 Penyakit Hirschsprung
 Refluks gastroesofageal

i. Penatalaksanaan

- Pemasangan tuba orogastrik untuk mendekompresi lambung
- Memberikan cairan elektrolit melalui intravena (menngoreksi dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit)
- Mengatasi sindrom down
- Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasive.

j. Prognosis

Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama 50 tahun terakhir. Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik, neonatologi, dan teknik pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.


k. Komplikasi

Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks gastroesofageal.


2. ATRESIA ETSOPHAGUS
a. Pengertian
- Atresia berarti buntu. Suatu keadaan yang tidak ada lubang atau muara (buntu) pada esophagus.
- Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (Blind Pouch) atau lumen berkurang tidak memadai yang mencegah perjalanan makanan atau sekresi dari piring ke perut.
- Atresia Esophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif


Pada sebagian besar kasus atresia etsophagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada 1/4 - 1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia etsophagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).

b. Etiologi
1. Secara umum :
Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur, dan ada Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus diantaranya:
 Faktor obat
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali domine .
 Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen .
 Faktor gizi
2. Secara khusus :
Secara epidemologi anomali ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat :
• Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –masing menjadi esopagus dan trachea .
• Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
• Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea esophagus.

c. Tanda dan gejala
 Biasanya disertai hidramion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari amamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidramion hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus.
 jika kateter berhenti pada jarak 10 cm maka diduga Atresia Etsopgus.
 Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
 Pada fistula tracheo esophagus cairan lembung juga dapat masuk kkedalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
 Foto torak nampak bayangan udara esophagus proksimal yang buntu.

d. Manifestasi klinik
 Hipersekresi cairan dari mulut
 Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
 Atresia esophagus harus dicurigai jika :
- Terdapat riwayat polihidramnion ibu
- Kateter yang dipergunakan pada saat kelahiran untuk resusitasi tidak dapat dimasukkan ke dalam lambung.
- Bayi tersebut mempunyai sekresi oral dan faring yang berlebihan
- Terjadi aspirasi, sianosis atau batuk dalam pemberian makan bayi
Bayi dengan atresia tanpa fistula mempunyai abdomen skafoid serta tanpa gas. Pada fistula tanpa atresia yang jarang ditemukan, gejala-gejala yang sering terjadi adalah aspirasi pneumonia berulang dan diagnosisnya dapat tertunda hingga beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Walaupun aspirasi sekresi faring merupakan temuan yang hampir selalu didapatkan pada penderita-penderita atresia esophagus, namun aspirasi isi lambung melalui suatu fistula di bagian distal menyebabkan pneumonitis kimia yang jauh lebih hebat mengancam jiwa penderita tersebut.
Atresia esophagus terjadi pada 1 : 3000-4500 kelahiran hidup, kira-kira sepertiga dari bayi-bayi tersebut lahir secara premature. Pada lebih dari 75% kasus-kasus yang ditemukan, suatu fistula di antara trakea dan esophagus bagian distal menyertai atresia tersebut.
Anomali-anomali congenital tambahan diantaranya dapat mengencam jiwa pendererita dan terjadi pada minimal 30% bayi denga atresia esophagus. Yang paling sering adalah anomaly kardiovaskuler tetapi dapat pula dijumpai cacat lain pada saluran cerna, saluran kemih, vertebrata, dan system saraf pusat.

e. Klasifikasi
1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus(pada persambungan dengan lambung) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
2. Akalasia
Akalasia merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula sebagai spasme kardio- esofagus.

Penyebab akalasia adalah adanya kartilago trakea yang tumbuh ektopik pada esofagus bagian bawah. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan jaringan tulang rawan dalam lapisan otot esophagus.
Pertolongannya adalah tindakan bedah sebelum dioperasi pemberian minum harus dengan sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.

Tapi ada juga yang mengklasifikasikan cacat pada atresia esophagus, antara lain :

1. Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula (7,7% dari kasus-kasus)
Atresia Esophagus adalah suatu kondisi di mana kedua segmen esophagus, atas dan bawah berakhir dengan kantong kosong dengan tanpa segmen yang berhubungan dengan trachea.

2. Tipe B : Atresia esophagus dengan fistula distal (86,5%)
Hal ini adalah jenis paling umum dari EA/TEF, di mana segmen bagian atas esophagus berakhir dengan kantong kosong dan segmen bagian bawah esophagus berhubungan terikat erat dengan trachea dengan adanya fistula.

3. Tipe C : Atresia esophagus dengan fistula proximal (0,8%)
Jenis ini jarang dari EA/TEF, di mana segmen bagian atas esophagus membentuk suatu saluran sampai trachea dan segmen yang lebih rendah dari esophagus berakhir dengan kantong kosong.

4. Tipe D : Atresia esophagus dengan fistula distal dan fistula proximal (0,7%)
Hal ini paling jarang dari EA/TEF, di mana kedua segmen kerongkongan terikat erat dengan trachea.

5. Tipe H : Fistula traheo esophagus tanpa atresia (4,2%).
Tracheo esophagus fistula adalah satu kondisi di mana fistula berada di antara esophagus dan trachea tapi esophagus itu normal ke perut.
f. Penegakan Diagnosa
Diagnosa harus ditegakkan secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga adanya atresia esophagus, maka kegagalan utnuk memasukkan suatu kateter ke dlaam lambung memastikan diagnosis. Biasanya kateter tersebut akan terhenti secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis batas atas gusi dan rontgenogram yang dilakukan, memperlihatkan kateter yang menggulung terletak didalam esophagus bagian atas.
Kadang kadang, rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan gambaran khas suatu esophagus yang mengembang karena udara yang di dalamnya. Adanya udara di dalam abdomen menunjukan adanya suatu fistula di antara trakea dan esogfagus bagian distal.
JIka dipergunakan bahan kontras, maka bahan kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila diberikan kurang dari 1 ml dengan pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup untuk memperlihatkan gambaran dari kantung atas yang buntu. Kemudian bahan tersebut harus disingkirkan kembali untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-paru dan mencegah pneumonia kimia.
Beberapa fistula tanpa atresia dinamakan tipe H.
- Diagnosa pasti dengan thorax foto : menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia.
- Fluoros copy dan Bronchos copy dapat memberi gambaran yang lebih jelas
- Dalam foto abdomen perlu dibedakan apakah lambung terisi udara atau kosong dapat digunakan untuk menunjang diagnosa fistula tracheo esophagus
g. Komplikasi
Lebih banyak pada TEF (Tracheal Esohagus Fitsula)
1. Pnemoni
Aspirasi dari sasila, repluk dari gester
2. Bersamaan dengan lesi terdapat :
- Konginetal heart disease
- Ganguan intestinal anomalis
- Depormitas skeletasi dam muskler
3. Prematuritas
Kelainan pada esophagus dibagi dalam tiga tipe :
- Groos tipe I
- Groos tipe II
- Groos tipe III
Groos tipe III ini merupakan kelaianan pada esophagus yang sering ditemukan.biasnya dengan fistel trachea esophagus dan ibu hamil dengan menderita hidramion (banyak / kelebihan air ketuban).
h. Penatalaksanaan oleh bidan
- Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio opak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10-15 menit.
- Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi.
- Pada groos I bayi tidur terlentang dengan kepala lebih rendah.
- Bayi di puasakan dan di infus
- Konsultasi dengan yang lebih kompeten
- Rujuk ke rumah sakit

i. Pengobatan pada atresia etsophagus setelah dirujuk, yaitu antara lain:
a. Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.

b. Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai beriikut :
- Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
- Eksisi membran anal
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.




BABIV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan bagi masyarakat maka kita sebagai seorang bidan harus mempunyai wawasan yang luas tentang kesehatan yang mana harus disertai dengan skill dari seorang bidan itu sendiri semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat membantu rekan-rekan sejawat dalam memberikan informasi tentang kesehatan kepada klien khususnya masyarakat luar. Sehingga masyarakat mengerti akan kesehatan keluarganya, serta bermanfaat bagi kita yang membuat makalah ini dan pembaca semua tentang kelainan yang terjadi pada bayi Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus.
B. Saran

Marilah kita meningkatkan pengetahuan kita dengan lebih banyak membaca, karena dengan membaca banyak hal yang akan kita peroleh, kalau ada kesempatan waktu dan materi marilah kita tingkatkan pengetahuan kita dengan melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi. Sehingga mutu pelayanan tentang kesehatan akan lebih baik dan sempurna.











DAFTAR PUSTAKA

Michigan multimedia, Dept.Of Surgery.Esophageal Astresia(online) 20 oktober 2008 (cited) 13 desember 2008. Availabe ferom URL.
Kapita selekta kedokteran edisi ke -2 disusun oleh :
- Purnawan Junadi
- Atiek Soemasto
- Husna Amel
Kumpulan materi keperawatan anak program paca sarjana Fakultas ilmu keperawatan UI.
Mandel G. Duodenal Atresia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/408582-print.Updated: Aug 28, 2007
Anonym. Duodenal Atresia. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/article/001131.htm. Updated: Aug 7, 2007Lehrer J. Duodenal Atresia. Available
at http://health.nytimes.com/health/guides/disease/duodenal-atresia/overview.html.
UpKarrer F, Potter D, Calkins C. Duodenal Atresia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Updated: Mar 3, 2009
Centre for Arab Genomic Studies. Duodenal Atresia. In: The Catalogue for Transmission Genetics in Arabs. 2005
Anonym. Duodenal Atresia. Available at
http://www.e-radiography.net/radpath/radpathindex.htm
Miller F, Laing F. Duodenal Atresia. Available at
http://brighamrad.harvard.edu/education/online/tcd/tcd.html.Updated: June 8, 1994(Yoseph L Samodra/tugas KKM bedah 2009)
http://banyakbaca.wordpress.com/2009/04/17/atresia-duodenum-2009/
http://makalah-dan-bse.blogspot.com/2009/12/makalah-labio-skizis-labio-plato-skizis.html
http://ranuyoso2009.blogspot.com/2009/10/pengertian-atresia-esophagus.html
http://asuhan-kebidanan.blogspot.com/2009/02/atresia-esofagus.html
http://aslikoe.blogspot.com/2009/09/neonatus.html
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/2010/01/kelainan-bawaan-pada-neonatus.html
http://noorarifah.blogspot.com/
http://meida.staff.uns.ac.id/2009/05/05/kelainan-bawaan-pada-neonatus-dan-penatalaksanaannya

ETIKA PROFESI


“KODE ETIK PROFESI BIDAN”




By:

ROFITA R
mCB 08'

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
PRODI DIII KEBIDANAN
2009/2010



KODE ETIK PROFRESI BIDAN

Seiring dengan kemajuan zaman, serta kemudahan dalam akses informasi, era globalisasi atau kesejagatan membuat akses informasi tanpa batas, serta peningkatan ilmu, pengetahuan dan teknologi, membuat masyarakat semakin kritis. Disisi lain menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan etik. Selain perubahan gaya hidup, budaya dan tata nilai masyarakat, membuat masyarakat semakin peka menyikapi berbagai persolalan, termasuk memberi penilaian terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan.
Ketika masyarakat merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan, atau apabila seorang bidan merugikan pasien, tidak menutup kemungkinan dimeja hijaukan.bahkan didukung semakin tinggi peran media, baik media massa, maupun elekronik, dalam manyoroti berbagai masalah yang timbul dalam pelayanan kebidanan, merupakan hal yang perlu diperhatikan , dan perlu didukung pemahaman bidan mengenai kode etik profesi bidan dan hukum kesehatan, dasar kewenangan dan aspek legal dalam pelayanaan kebidanan.
Untuk itu dibutuhkan suatu pedoman yang komprehensif dan integratif tentang sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan, pedoman tersebut adalah kode etik profesi bodan. Kode etik profesi bidan merupakan suatu ciri profesi bidan yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disipliln ilmu,dan merupakan pernyataan komprehensif, profesi bidan yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi. Kode etik profesi bidan juga merupakan suatu pedoman dalam tata cara dan kelarasan dalam pelaksanaan pelayanan profesional bidan.
Kode etik profesi bidan hanya ditetapkan oleh organisai profesi, ikatan bidan indonesia (IBI). Penetapan harus dalam kongres IBI. Kode etik profesi bidan akan mempunyai pengaruh dalam menegakan disiplin dikalangan profesi bidan.
Kode etik bidan indonesia pertama kali di susun tahun 1986 dan di syahkan dalam kongres nasional ikatan bidan indonesia (IBI) X tahun 1988, dan petunjuk pelaksanaannya disyahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991. Kode etik bidan indonesia terdiri atas 7 BAB yang di bedakan atas 7 bagian:
1. Kewajiban bidan terhadpa klien dan masyarakat (6 butir)
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
4. Kewajiban bidan terhadap profesi ( 3 butir)
5. Kewaijiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bagsa dan tanah air (2 butir)
7. Penutup (1 butir)

Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim kesehatan demi tercapainya cita-cita pembangunan nasional dibidang kesehatan pada umumnya, KIA/KB an kesehatan keluarga pada khususnya.
Mengupayakan segera sesuatunya agar kaumnya pada detik-detik yang sangat menentukan pad saat menyambut kelahiran insan secara generasi secar selamat, aman ,dan nyaman merupakan tugas sentral dari pada bidan.
Menyelusuri tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terus meningkat sesuai dengan perkembanagan zaman dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat, sudah sewajarnya kode etik bidan ini berdasarkan pancalisa dan undang-undang dasar 1945 sebagai landasan ideal dan garis-garis Besar Haluan Negara sebagai landasn operasional.
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan profesional.
Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan kesehatan yang komprehensif terhadap ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi insan indonesia yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada khususnya.

BIDAN adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelasaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek.

KODE ETIK adalah suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan suatu pernyataan suatu profesiyang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
KODE ETIK PROFESI BIDAN adalah suatu pedoman yang komprehensif dan integratif tenteng sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan.


KODE ETIK BIDAN INDONESIA


1. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjujunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas, dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat.
d. setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai- nilai yang berlaku di masyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugas senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluargan dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimiliki.

f. setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.


2. Kewajiban Terhadap Tugasnya

a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasrkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk keputusan mengadakan konsultasi atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat atau dipercayakan kepadanya, kecuali diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

3. Kewajiban Bidan Tehadap Sejawat dan Tenaga Kesehatan Lainnya

a. setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
b. setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.



4. Kewajiban Bidan Terhadap Profesinya

a. setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
b. setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan IPTEK .
c. setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapay meningkatkan mutu dan citra profesinya.


5. Kewajiban Bidan Terhadap Diri sendiri

a. setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
b. setiap bidan seyogyanya berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan IPTEK.


6. Kewajiban Bidan Terhadap Pemerintah Nusa, Bangsa, dan Tanah Air
a. setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan,khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
b. setiap bidan melalui profesinya berpatisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7. Penutup
setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA


IBI.etika dan kode etik kebidanan.1999.jakarta
Puji wahyu ningsih,Heni.Yetti Zein,asmar.etika profesi kebidanan.FITRAMAYA
Hand out etika profesi.2009
http://www.scribd.com/doc/21287042/Akbid-Kode-Etik-Nurul





Senin, 14 Juni 2010

perdarahan pasca persalinan

Askeb III
Perdarahan pascapersalinan
( atonia uteri)
Oleh:

Rofita R

Dosen pembimbing: ety apriyanti, skm

KELAS IIB
JURUSAN D III KEBIDANAN
STIKes MERCUBAKYIJAYA PADANG
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya lah penulis mendapat kesehatan dan kekuatan fisik serta pikiran sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PERDARAHAN PASCAPERSALINAN ( ATONIA UTERI )”. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ‘ASKEB III’ untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang mata kuliah ini.
Tidak lupa pula pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan kepada dosen mata kuliah ‘PERDARAHAN PASCAPERSALINAN ( ATONIA UTERI ) yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini, juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis harapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.




Padang, Oktober 2009


Penulis

ATONIA UTERI

Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akanberakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dngan ibu-ibu di luar negeri.KLASIFIKASI KLINIS

Ø Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pascapersalinansegera).Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

Ø Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep)
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.Pada kehamilan cukup bulan, aliran darah keuterus sebanyak 500 – 800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari berkas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.

DEFENISI

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjdi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatya plasenta menjadi tidak terkendali.
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari 1 jam.
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi. Sebagian besar kematian akibat perdarahan pasca persalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala III sesuai standar dan penerapan menajemen aktif kala III merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.
Copyright © 2005 Nucleus Communications, Inc. All rights reserved
Beberapa factor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri:

Ø Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal slama kehamilan, diantaranya :
Ø Jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)
Ø Kehamilan gemeli
Ø Janin besar (makrosomia)
Ø Kala I dan atau II yang memanjang
Ø Persalinan cepat (partus precipitatus)
Ø Persalinan yang di induksi atau dipercepa dengan oksitosin (augmentasi)
Ø Infeksi intrapartum
Ø Multiparitas tinggi
Ø Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
Ø Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan antepartum)
Ø Partus lama(exhausted mother)
Ø Anemia berat
Ø Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual
Ø Grandemultipara
Ø Partus precipitates
Ø Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)
Ø Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)
Ø Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas
Ø IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)
Ø Tindakanoperatifdengananestesiumumyanterlaludalam.



GEJALA KLINIS
Ø Uterus tidak berkonraksi dan lembek
Ø Perdarahan segera setelah anak lahir(perdarahan pascapersalinan primer)
Ø Tanda-tanda syok(tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).


Pemantauan kondisi ibu selama kala III dan IV serta selalu siap untuk menatalaksana atonia uteri pascapersalinan merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting. Meskipun berbagai factor diketahui dapat meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan, dua per tiga dari semua kasus perdarahan pascapersalinan terjadi pada ibu tanpa factor risiko tersebut atau tidak diketahui sebelumnya. Tidak mudah memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan pascapersalinan. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala tiga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan.


3 hal yang perlu di perhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum:
Ø Menghentikan perdarahan
Ø Mencegah timbulnya syok
Ø Mengganti darah yang hilang

PENANGANAN UMUM

Ø Minta bantuan
Ø Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
Ø Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum termasuk tanda vital ( tekanan darah, nadi, shu tubuh, dan pernapasan).
Ø Jika di curigai adanya syok, segera lakukan tindakan penanganan syok
Ø Pastikan bahwa kontraksi baik:
- lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah
- berikan 10 unit oksitosin IM
Ø Pasang infus cairan IV
Ø Lakukan kateterisasi dan pantau cairan keluar masuk
Ø Periksa kelengkapan plasenta
Ø Periksa kemungkinan robekan serviks, vagian, dan perineum.
Ø Jika perdarahan terus berlangsung lakuakn uji beku darah
Ø Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik
Ø Setelah perdarahan teratasi, periksa kadar Hb, jika perlu transfusi darah.

PENATALAKSANAAN

TAHAP 1.
Ø Perdarahan yang tidak banyak di atasi dengan memberikan uteritonika, mengurut rahim ( massase) dan memasang gurita.
Ø
TAHAP 2.
Ø Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak,selajutya
Ø Berikan infuse dan transfuse darah lalu dapat lakukan :
Ø Kompresi bimanual
Ø Kompresi aorta
Ø Tamponade pada utero – vaginal


TAHAP 3.
Ø Bila belum tertolong maka usaha terkhir adalah menghilang kan sumber perdarahan denga dua cara yaitu:Meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.




KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNAL

Ø Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depat korpus uteri dan diatas simpisi pubis
Ø Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding depan korpus uteri. usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
Ø Lakukan konpresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah didalam anyaman miometriu dapat dijepit secara manual.cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan menbantu uterus untuk berkontraksi.











DAFTAR PUSTAKA


Pelatihan klinik asuhan persalinan normal(APN),asuhan esensial, pencegahan dan penanggulangan segear komplikasi persalinan dan bayi baru lahir.2008

Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.2006

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuTekNacS81FOHDT3AZpxtI8xE5cOAgO4MtC7-Z_98Hns9ICXu34VTnkSxArUildZ_oJ3gtmybTQ9WmDuNfts9NV0JnRNsOb_LJI2iw5FRHNGLwLlC8R0dpGJO4H6ohf6-pNXmphUb5Lvp/s320/cerviks.jpg&imgrefurl=http://desleeppaholic.blogspot.com/2009/06/atonia-uteri.html&usg=__R76bYu__QyIrgxS_1llgCrMhzgs=&h=220&w=113&sz=9&hl=id&start=8&um=1&tbnid=mJaZ11b9hG3S0M:&tbnh=107&tbnw=55&prev=/images%3Fq%3Datonia%2Buteri%26ndsp%3D18%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26sa%3DN%26um%3D1